Sabtu, 19 Oktober 2013

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA

BAB I 

   Perkembangan Kolonialisme Dan Imperalisme Barat
Di Indonesia
            STANDAR KOMPETENSI              :  2. Memahami proses kebangkitan nasional
            KOMPETISI DASAR                       :  2.1. Menjelaskan proses perkembangan kolonialisme dan
                                                                                imperalisme Barat, serta pengaruh yang ditimbulkannya
                                                                                di  berbagai daerah 
              INDIKATOR :
      o  Mengidentifikasi  kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial di Indonesia
      o   Mengidentifikasi pengaruh yang ditimbulkan oleh kebijakan – kebijakan pemerintah kolonial di
                  berbagai daerah

A.     TERBENTUKNYA KEKUASAAN KOLONIAL BARAT DI INDONESIA

1.     Kedatangan Bangsa Eropa di Indonesia

      Hubungan perdagangan antara Asia – Eropa yang berlangsung selama berabad-abad mengalami gangguan dengan adanya Perang Salib ( 1096 – 1291 M ), puncaknya terjadi setelah kota Konstantinopel dikuasai oleh Turki Usmani tahun 1453 yang berakibat hubungan perdagangan tersebut terputus total. Akibatnya bangsa Eropa terpaksa mencari jalan sendiri menuju ke daerah penghasil rempah-rempah yaitu  Hindia  ( Indonesia ),  sehingga  dimulailah   
Jaman Penjelajahan Samudera”.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya penjelajahan Samudera antara lain :
1.      Reconguesta, yaitu semangat pembalasan bangsa Eropa terhadap kekuasaan Islam di manapun dijumpai, sebagai tindak lanjut dari Perang Salib.
2.      Gold, yaitu semangat untuk mencari kekayaan/emas.
3.      Glory, yaitu semangat memperoleh kejayaan negara atau daerah jajahan.
4.      Gospel, yaitu semangat untuk menyebarkan agama Nasrani.
5.      Adanya penemuan baru seperti kompas, teropong, mesiu, dan peta yang
 menggambarkan secara lengkap dan akurat garis pantai, terusan, dan pelabuhan.
6.       Adanya teori Heliosentris oleh Copernicus yang menyatakan pusat tata surya adalah
 matahari dan bentuk bumi bulat sehingga mendorong orang untuk membuktikannya.
( Sanusi Fattah, dkk, 2008 : 83).

            Negara Eropa yang mempelopori penjelajahan samudera adalah Portugis dan Spanyol, yang kemudian diikuti oleh Inggris, Perancis dan Belanda.
Adapun tokoh-tokoh penjelajah samudera yang terkenal adalah sebagai berikut :
  1. Portugis : Bartholomeus Diaz, Vasco da Gama, Alfonso d’ Albuquerque.
  2. Spanyol : Christoper Columbus, Ferdinand Magelhaez, Juan Sebastian Del Cano.
  3. Inggris   : Sir Francis Drake, Sir James Lancaster, James Cook.
  4. Belanda : Cornelis de Houtman, Jacob van Neck, Abel Jan Tasman.

2.     Terbentuknya Kekuasaan Kolonial Eropa di Indonesia
Awalnya hubungan antara kerajaan/bangsa Indonesia dengan bangsa Eropa berjalan setara, mereka saling menghormati dan bekerja sama dalam perdagangan. Namun dalam perkembangannya nampak tujuan asli bangsa Eropa yang akan  memonopoli perdagangan rempah-rempah serta menguasai wilayah penghasil rempah-rempah tersebut.
a.         Kekuasaan Portugis :
Pada tahun 1511 Portugis berhasil menguasai Malaka, dan selanjutnya tahun 1512 ekspedisi diarahkan ke timur menuju Maluku. Ternyata hampir bersamaan dari arah utara Spanyol juga sampai di Maluku ( 1521 ), akibatnya terjadi persaingan antar kedua negara tersebut dalam menguasai Maluku. Perselisihan berakhir dengan Perjanjian Saragosa tahun 1529 yang menetapkan bahwa Portugis tetap berkuasa di Maluku sedangkan Spanyol harus kembali ke Philipina. Sejak itulah Portugis berkuasa secara mutlak di Maluku.

b.        Kekuasaan Belanda :
Kedatangan Belanda pertama kali ke Indonesia mereka mendarat di Banten tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, namun karena sikapnya yang kasar mereka diusir kembali ke negaranya. Pada tahun 1598 datang rombongan dagang berikutnya di bawah pimpinan Jacob van Neck yang bersikap lebih terbuka sehingga bisa diterima dengan baik. Selanjutnya berbondong bondong ekspedisi dagang dari Belanda datang ke Indonesia. Untuk menghindari persaingan sesama pedagang Belanda, mereka mendirikan kongsi dagang yang diberi nama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie ) pada tanggal 20 Maret 1602. Karena keuntungan yang diperoleh sangat besar sehingga mereka tidak hanya memonopoli perdagangan saja tetapi dengan taktik Devide et Impera mereka menguasai satu persatu wilayah Indonesia. Namun pada akhir abad ke-18, VOC bangkrut dan dibubarkan, sehingga kekuasaan di Indonesia diambil alih langsung oleh Kerajaan Belanda.

c.         Kekuasaan Inggris :
Pada tahun 1811 Inggris menyerang Indonesia dan berhasil mengalahkan Belanda dengan penyerahan kekuasaan dalam Kapitulasi Tuntang. Sejak itu Inggris berkuasa di Indonesia di bawah Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles.Namun kekuasaan Inggris tidak bertahan lama karena terjadi kesepakatan yang disebut Konvensi London tahun 1814 yang isinya Belanda memperoleh kembali jajahannya yang semula direbut Inggris. Penyerahan secara resmi berlangsung di Batavia tanggal 19 Agustus 1816, sehingga sejak saat itu Hindia Belanda ( Indonesia ) kembali dikuasai Kerajaan Belanda sampai kedatangan Jepang tahun 1942 yang menggantikan kedudukan mereka.

B.     KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL DI INDONESIA

  1. Kebijakan Pemerintah Kolonial Portugis
 Portugis berkuasa di Maluku cukup lama yaitu dari tahun 1512 sampai tahun 1641, selama berkuasa mereka menerapkan kebijakan-kebijakan yang sangat berpengaruh bagi rakyat di daerah Maluku, yaitu :
a.       Berusaha menanamkan pengaruh kekuasaannya di Maluku.
 b.   Menyebarkan agama Katolik di daerah-daerah yang dikuasai.
 c.   Mengembangkan bahasa dan seni musik keroncong Portugis.
 d.   Sistem monopoli perdagangan cengkih dan pala di Ternate.

Akibat dari kebijakan tersebut menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan rakyat, yang selanjutnya menumbuhkan benih-benih kebencian dan perlawanan terhadap Portugis. Namun ada juga sisi positifnya seperti dikenalnya musik keroncong dan peninggalan berupa bangunan yang berarsitektur Portugis, serta peninggalan senjata berupa meriam.

  1. Kebijakan VOC di Indonesia
          VOC dibentuk pada tanggal 20 Maret 1602 di Ambon,  Maluku dengan tujuan untuk menghindari persaingan di antara perusahaan dagang Belanda dan memperkuat diri agar dapat bersaing dengan perusahaan dagang negara lain. Oleh pemerintah Kerajaan Belanda, VOC diberi hak-hak istimewa yang dikenal dengan nama “ hak oktroi”, seperti:
 a.  hak monopoli perdagangan,
 b.  hak untuk membuat uang sendiri,
 c.  hak untuk mendirikan benteng pertahanan,
 d.  hak untuk membentuk tentara,
 e.  hak untuk melaksanakan perjanjian dengan kerajaan di Indonesia.

Berikut ini disajikan secara singkat kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada masa VOC dan pengaruhnya bagi bangsa Indonesia :
 a.       Menguasai pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan monopoli   
       perdagangan.
       b.      Melaksanakan politik devide et impera (memecah belah dan menguasai) dalam rangka untuk
             menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
       c.    Membangun pangkalan/markas VOC yang semula di  Ambon, dipindah ke Batavia.
       d.    Melaksanakan pelayaran Hongi (Hongi tochten) untuk mengawasi perdagangan gelap
              penyelundupan rempah-rempah di Maluku.
       e.    Adanya hak ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah yang melebihi 
              ketentuan.

Adapun pengaruh yang dirasakan oleh bangsa Indonesia  antara lain :
a.      Kekuasaan raja menjadi berkurang atau bahkan didominasi secara keseluruhan oleh VOC.
b.     Wilayah kerajaan terpecah-belah dengan melahirkan kerajaan dan penguasa baru di bawah kendali VOC
c.   Hak oktroi  VOC, membuat masyarakat Indonesia menjadi miskin, dan  menderita.
d.   Rakyat Indonesia mengenal ekonomi uang, mengenal sistem benteng pertahanan , etika perjanjian, dan 
      senjata modern (senjata api dan  meriam).
e.       Pelayaran Hongi, dapat dikatakan sebagai suatu perampasan, perampokan, perbudakan, dan
      pembunuhan.
f.        Hak ekstirpasi bagi rakyat merupakan ancaman matinya suatu harapan atau sumber penghasilan yang
      harusnya bisa berlebih.

Akibat salah urus dan terjadinya korupsi oleh para pegawainya, akhirnya VOC mengalami kebangkrutan  dan akhirnya dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799.   
  1. Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda ( Republik Bataafsche)
Kekuasaan di Indonesia diambilalih langsung oleh kerajaan Belanda yang saat itu ada di bawah kekuasaan Perancis ( Republik Bataafche ). Untuk memerintah Hindia Belanda
( Indonesia), diangkatlah Gubernur Jendral Herman Williem Daendels (1808 – 1811 ). Tugas utama yang diemban adalah mempertahankan Pulau Jawa dari ancaman serangan Inggris. Untuk mencapai tujuan tersebut, Daendels menerapkan kebijakan seperti :

a.         Semua pegawai pemerintah menerima gaji tetap dan mereka dilarang melakukan kegiatan 
        perdagangan.
b.     Melaksanakan contingenten yaitu pajak dengan penyerahan berupa hasil bumi.
c.     Menetapkan verplichte leverentie,  kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada pemerintah
        Belanda  dengan harga yang telah ditetapkan.
d.     Menerapkan sistem kerja paksa (rodi) dan membentuk tentara dengan melatih pribumi.
e.     Membangun jalan pos dari Anyer sampai Panarukan ( 1.000 km ) untuk kepentingan  pertahanan.
g.         Mewajibkan Prianger stelsel, yaitu kewajiban bagi rakyat Priangan untuk menanam kopi.
h.         Melakukan penjualan tanah milik negara kepada pihak swasta (asing).
( Sumber : Sutarto, dkk. 2008 : 65 ).

Akibat kebijakan yang diterapkannya tersebut menimbulkan pengaruh bagi rakyat, yaitu :
  1. Kebencian yang mendalam baik dari kalangan penguasa daerah maupun rakyat,
     b.  Munculnya tanah-tanah partikelir yang dikelola oleh pengusaha swasta,
     c.  Perlawanan oleh para penguasa maupun rakyat,
     d.  Kemiskinan dan penderitaan yang berkepanjangan.

Selama berkuasa Daendels dikenal sebagai seorang yang kejam, disiplin dan bertangan besi, oleh karena dipandang sangat otoriter maka Daendels ditarik kembali dan kedudukannya digantikan oleh Gubernur Jendral Janssen tahun 1811. Namun dia tidak setangguh Daendels, sehingga harus mengakui kekuasaan 
 Inggris dengan menandatangani Perjanjian/Kapitulasi Tuntang pada tanggal 17 September 1811 dan sejak
  itu Indonesia jatuh ke tangan Inggris.

  1. Kebijakan Pemerintah Kolonial Inggris
Sebagai Gubernur Jendral diangkat Thomas Stamford Raffles ( 1811 – 1816 ), selama berkuasa dia  menetapkan kebijakan sebagai berikut :
a.       Menerapkan sistem sewa tanah atau Landrent, dimana para petani harus membayar pajak sebagai uang sewa tanah, karena tanah dianggap milik negara.
b.      Membagi Pulau Jawa menjadi 16 karesidenan, dengan maksud untuk mempermudah koordinasi dan pengawasan atas daerah kekuasaan.
c.       Memperbaharui sistem peradilan dengan mengadopsi sistem yang berlaku di Inggris.
d.      Merintis pembangunan Kebun Raya Bogor dan menemukan bunga Rafflesia arnoldi.
e.       Menulis buku sejarah Jawa yang berjudul “ History of Java “.
Masa kekuasaan Inggris di Indonesia tidak berlangsung lama, karena terjadi perubahan politik di Eropa seiring jatuhnya Napoleon Bonaparte ( Perancis ) sehingga dalam Konvensi London tahun 1814  status Hindia Belanda dikembalikan seperti sebelum perang yaitu kembali menjadi milik Kerajaan Belanda. Penyerahan kekuasaan dilakukan di Batavia pada tanggal 19 Agustus 1816.

  1. Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda
Setelah penyerahan kekuasaan tersebut, maka Hindia Belanda kembali dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda yang menunjuk Van der Capellen sebagai Komisaris Jendral ( 1817-1830 ) yang beraliran liberal ( menghendaki urusan ekonomi diserahkan kepada swasta ). Tugasnya sangat berat dalam menutup hutang-hutang pemerintah Belanda yang dipakai untuk membiayai perang. Terjadi penentangan oleh golongan konservatif yang menghendaki urusan ekonomi dipegang langsung oleh pemerintah. Situasi perekonomian Belanda yang tidak kunjung membaik menyebabkan golongan liberal kalah, sehingga golongan konservatif mengambilalih kekuasaan. Dalam perkembangannya kedua golongan tersebut silih berganti berkuasa, sehingga kebijakan yang diterapkan di Hindia Belanda juga berubah-ubah. Adapun kebijakan yang diterapkan antara lain :

1.         Sistem Tanam Paksa/Cultuur Stelsel  ( 1830 – 1870 )

Setelah mengambil alih kekuasaan golongan konservatif mengangkat Van den Bosch sebagai Gubernur Jendral. Dia menerapkan Cultuur Stelsel dengan harapan dapat memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dalam waktu yang relatif singkat sehingga hutang-hutang Belanda dapat ditutup. Rakyat dipaksa untuk menanam tanaman ekspor yang saat itu sangat laku dalam perdagangan internasional seperti kopi, teh, kina, dan tembakau ( disebut tanaman wajib ).
Secara singkat pokok-pokok aturan Tanam Paksa adalah sebagai berikut :

1)  Rakyat wajib menyiapkan 1/5 dari lahan garapan untuk ditanami tanaman wajib.
2)  Lahan tanaman wajib bebas pajak, karena hasil yang disetor dianggap sebagai pajak
3)  Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak akan dikembalikan.
4)  Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib, tidak boleh
      melebihi waktu yang diperlukan untuk menanam padi.
5)  Rakyat yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari dalam setahun di
      perkebunan atau pabrik milik pemerintah.
6)  Jika terjadi kerusakan atau gagal panen, menjadi tanggung jawab pemerintah.
     ( Sumber : Sanusi Fattah, dkk. 2008 : 99 )

Jika dilihat  aturan tersebut cukup baik, tapi dalam pelaksanaannya terjadi banyak penyimpangan yang sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Adapun penyimpangan yang terjadi antara lain :

1.      Tanah yang harus diserahkan rakyat lebih dari 1/5 bagian.
2.      Tanah yang ditanami tanaman wajib tetap dikenai pajak.
3.      Kelebihan hasil panen ternyata tidak dikembalikan kepada rakyat.
4.      Rakyat yang tidak punya tanah, wajib kerjanya lebih dari 66 hari.
5.      Jika terjadi gagal panen ternyata menjadi tanggung jawab petani.

Penyimpangan tersebut terjadi akibat diterapkannya aturan yang disebut Cultuur Procenten, yaitu persen atau hadiah yang diberikan oleh pemerintah Belanda bagi pelaksana Tanam Paksa yang bisa menyerahkan hasil panen melebihi target dan tepat waktu. Akibatnya penguasa lokal
( bupati, kepala desa ) yang tergiur dengan janji tersebut berlomba-lomba mencapai target, semakin banyak hasil yang disetorkan hadiahnya makin besar, di pihak lain rakyat semakin tertindas dan sengsara sehingga banyak yang meninggal. Keuntungan yang diperoleh Belanda di satu sisi membuat perekonomian Belanda menjadi berkembang sehingga mereka mampu membayar hutang-hutangnya dan membangun industri menjadi negara maju. Namun demikian muncul pula golongan yang menentang penindasan yang dilakukan terhadap rakyat Indonesia, mereka dari golongan liberal dan kaum humanis. Beberapa diantaranya adalah :

a.       Baron van Hoevel seorang anggota parlemen Belanda.
b.      Edward Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli melalui bukunya yang berjudul “ Max Havelaar “.
c.       Frans van Der Putte dengan artikelnya yang berjudul “ Suiker Contracten “.

Akibat kritikan tersebut secara bertahap Tanam Paksa dihapus, dan diakhiri dengan dikeluarkannya UU Agraria ( Agrarische Wet ) tahun 1870. Bagi rakyat Tanam Paksa walaupun lebih banyak dampak negatifnya, ada juga sisi positifnya seperti mereka mulai mengenal jenis tanaman baru dan cara penanaman yang baik.

2.      Politik Pintu Terbuka ( Open Door Policy )

Dikeluarkannya Agrarische Wet tahun 1870, menunjukkan kemenangan golongan liberal sehingga haluan politik di Indonesia mengalami perubahan dari Sistem Tanam Paksa diganti “ Politik Pintu Terbuka” yaitu membuka kesempatan kepada swasta asing untuk ikut serta menanamkan modal khususnya dalam bidang perkebunan di Indonesia. Selain itu pemerintah juga mengeluarkan UU Gula ( Suiker Wet ), yang menghapus secara bertahap pabrik gula milik pemerintah dan akan diambilalih oleh swasta. Perubahan kebijakan tersebut bagi rakyat Indonesia berakibat sama yaitu hidupnya tetap menderita, karena hakekatnya hanya berganti majikan saja dari pemerintah Belanda kepada golongan swasta pemilik modal. Bahkan pada masa ini eksploitasi terhadap sumber daya alam dan sumber tenaga manusia semakin hebat, sehingga rakyat makin menderita. Pemerintah mengeluarkan peraturan yang disebut Koeli Ordonnantie yaitu persyaratan hubungan kerja kontrak antara majikan dan buruh yang mengatur tentang perlindungan bagi pekerja dan ancaman untuk pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Ancaman hukuman bagi pekerja yang melanggar kontrak dikenal sebagai “ Poenale Sanctie “.
 
3.      Politik Etis ( Balas Budi )

Melihat penderitaan rakyat tersebut kemudian muncul gagasan baru untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Gagasan ini disebut Politik Etis atau Balas Budi karena Belanda dianggap mempunyai hutang budi kepada rakyat Indonesia yang  telah membantu meningkatkan kemakmuran negeri Belanda. Gagasan tersebut disampaikan oleh tokoh yang bernama Van Deventer, dalam tulisannya pada majalah De Gids dengan judul Een Eereschuld yang artinya hutang budi. Belanda telah berhutang budi kepada rakyat Indonesia, dan untuk mengembalikannya Belanda harus memperbaiki nasib rakyat dengan memakmurkan dan mencerdaskan mereka. Gagasan tersebut dikenas sebagai “ Trilogi van Deventer”: yang berisi :

a.    Irigasi (pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk.
b.    Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi agar mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik.
c.    Emigrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari daerah yang padat penduduknya ( khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang jarang penduduknya agar lebih merata.

Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan-penyimpangan tersebut:
1)      Irigasi :
Pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta
Belanda, sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.

2) Edukasi :
Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah, yang ditujukan untuk mendapatkan tenaga
administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya
diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi
diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri
dan orang-orang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi pada umumnya.

3) Emigrasi :
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan
untuk  perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar
akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatra Utara,
khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain.

  1. Perbedaan Pengaruh Kolonial
     Pengaruh kolonialis Barat mencakup beberapa aspek yaitu aspek ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan. Namun tingkat pengaruhnya sangat bervariasi antara Pulau Jawa dengan pulau-pulau lain dan antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Perbedaan pengaruh ini disebabkan oleh beberapa hal berikut :

  1. Kompetisi atau persaingan di antara bangsa Eropa sehingga Belanda perlu menguasai beberapa daerah untuk mencegah masuknya kekuatan lain.
  2. Letak daerah jajahan yang strategis dalam jalur pelayaran dan perdagangan internasional. 
  3. Perbedaan persebaran sumber daya alam dan sumber daya manusia. 
  4. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial.

2 komentar: